Jujur, dulu kami tidak pernah membayangkan dunia maya (khususnya Facebook) akan menjadi ranah perang SID. Tapi seiring evolusi kultur dan peradaban, tampaknya kami memang tidak bisa memandang remeh fenomena ini. Dan sejak dua tahun terakhir kami pun memutuskan untuk sebisa mungkin me-maintain keberadaan kami di ranah maya. Hasilnya pun cukup signifikan dan banyak sekali benefit yang didapat. Terutama dalam proses pembelajaran dan penyampaian informasi
Demikian JRX, punk rock prince charming, fungsionaris beduk Inggris Superman Is Dead, sumringah mengawali mukadimah tentang prestasi luar biasa yang diraih grup musiknya. Wajib diketahui oleh publik bahwa trio asal Bali ini jumlah penggemarnya di situs jejaring sosial baru saja Oktober lalu mencapai sejuta orang. Fenomena sedemikian rupa oh-sungguh pantas disebut menakjubkan sebab JRX, Bobby Kool (biduan, gitar), dan Eka Rock (bas, vokal latar), terbilang jarang muncul di riuh rendah acara musik pagi-pagi di tivi, lebih rajin beraksi di panggung-panggung yang relatif sepi kamera televisi. Padahal dominan penggiat dunia hiburan terlanjur percaya dengan anggapan bahwa semakin sering hadir di tivi—apalagi bagi band yang berdomisili jauh dari Jakarta yang notabene adalah sentra dunia hiburan Nusantara—maka semakin lebar peluang meraih bintang dan menjadi tenar. Kongregasi musisi yang sudah berdiri sejak 1995 di Denpasar ini sukses membuktikan bahwa teori tersebut tak sepenuhnya sahih. Tanpa rutin memperlihatkan diri di televisi pun tetap saja mungkin menjadi populer—bahkan menggaet simpati sejuta fans di Facebook. Bukan, "Jakartasentris" bukan harga mati.
Kami bukan tipe band yang selalu sibuk membicarakan diri sendiri, terkadang wacana yang kami angkat memang di luar konteks musik (HAM, fanatisme, lingkungan, dll) dan ini kadang memancing kontroversi. Dan di sini kami (atau siapa pun yang bergabung di FB kami) bisa banyak belajar. Yang tidak tahu menjadi tahu. Perdebatan panas juga tak jarang meletus di sini. And that’s the beauty of it. FB SID tidak sekedar menjadi alat promosi band tapi juga menjadi media pembelajaran untuk siapa saja, termasuk untuk personil SID sendiri
Begitu lanjut JRX bak hendak meyakinkan khalayak bahwa promo bertendensi eksibisionis—istilah anak muda sekarang: Narsis—yang masih melimpah diterapkan oleh selebritas dalam negeri terbilang strategi usang. Justru lewat diskusi "panas" yang (seolah) non-kontekstual impresi yang muncul dari publik, aneh/lucu/menariknya, berujung positif. Intensitas SID membahas isu humaniora serta ekologi berbalik menjadi magnet nan magis. Tumbuhkembang outSIDers/Lady Rose (sebutan spesial bagi pencinta SID) yang duh-sungguh agresif malah merupakan akibat dari debat eksplosif perihal ingkar-musikal. Bisa jadi para anak muda tersebut terkesan amat dalam bahwa personel SID, selain cool secara tampak luar, peduli pada kejadian mutakhir di sekitar—efektif menerbitkan kesan cendikia di mata penggemar. Conscious punk rockers, yes sir.
http://www.rudolfdethu.com/2010/11/16/one-million-facebook-fans-cant-be-wrong/
TANGGAPAN LOGAN :
setelah membaca postingan diatas apakah anda masih berpikir sempit dan menganggap semua yg negatif itu buruk?tidak pastinya namun itu tergantung pemikiran kita,pada dasarnya perubahan sikap bergantung pada pemikiran yang kreatif dan inovatif pada individual masing masing tergantung kita menilainya sebagai hal yang negatif atau positif.namun bukan berarti anda menganggap negatif itu salah,anda mempunyai opini anda dan pemikiran individualisme masing masing.namun usahakan berpikir menggunakan hati,maka akan ditemukan sebuah makna yang sama pada masing masing individualisme.
0 comments:
Post a Comment